20111023

Senin, 16 Maret 2009



* Mengenang almarhum Oemar Dachlan
Naik Ojek Untuk Menyerahkan Tulisan


(Pak Oemar Dachlan yang Kami Kenal)


SAYA mengenal Pak Oemar Dachlan pertama kali ketika koran harian Suara Kaltim masih hidup. Saat itu beliau rajin menulis. Saya ingat betul, dari Jalan Belibis (Jl. A.M sangaja) beliau naik ojek ke Suara Kaltim untuk mengantarkan tulisan. ‘’Sudah kada tahan lagi naik sepeda,’’ jar beliau.Tulisan yang dibuat beliau masih menggunakan mesin tik. Di beberapa kalimat ada yang digaris bawahi dan beberapa kata yang dicoret dengan pulpen. Lalu di kalimat yang diedit dengan pulpen tersebut, beliau tulis dengan menggunakan tulisan tangan. Di Suara Kaltim ada staf redaksi yang langganan mengetikan tulisan beliau, namun saya sempat beberapa kali mengetikan kembali tulisan beliau dengan menggunakan komputer. Saya kagum dengan semangat beliau. Saya tahu, beliaulah satu-satu wartawan beberapa zaman yang masih giat menulis. Saya kagum dengan daya ingat beliau. Sekalipun tidak sering, saya sempat menemani beliau bercerita di kursi tamu kantor Suara Kaltim.
Setelah koran Suara Kaltim mati, saya masih bertemu beliau beberapa kali di bagian Humas Balaikota. Beliau sering ke Balaikota, ketika Kabag Humas dijabat Yusradiansyah. Mungkin, karena Yusradiansyah juga ‘orang pers’, yang pernah menerbitkan Habar Samarinda di era tahun 70-an sehingga ‘pandiran cocok’, selain tentunya karena Pak Yus--begitu biasa Yusradiansyah disapa-- juga bisa menghargai wartawan senior seperti H. Oemar Dachlan. Pernah suatu kali saya juga bertemu dengan beliau di koran Harian Poskota Kaltim, tempat saya bekerja setelah Suara Kaltim tutup. Dan juga beberapa kali ketika saya menjadi redaktur pelaksana di koran harian Kaltim Times. Saya tahu, Oemar Dachlan sangat dekat dengan keluarga Pak Tatang Dino Hero, Pemimpin Redaksi Suara Kaltim (sekarang Pimpred koran harian Swara Kaltim), dan Irman Syahrial, adiknya Pak Tatang, yang juga pemilik koran harian Poskota Kaltim).
Gairah Pak Oemar Dachlan ternyata masih ada untuk membuat tulisan. Saat itu, setelah Suara Kaltim tutup, saya membuat koran Habar Samarinda Baru, atas dukungan Pak Yus. Begitupula Pak Oemar Dachlan, bahkan beliau sempat memuji tabloid Habar Samarinda Baru. Entah merasa ‘cocok’ dengan Habar Samarinda Baru, maka beliau kembali ‘menitipkan’ tulisan untuk dibuat di Habar Samarinda Baru. Sekalipun tulisan yang dibuat beliau adalah tulisan yang sudah pernah dimuat di beberapa media nasional, yang diketik dan diedit ulang. Bahkan beliau pernah membawa buku di antaranya buku tentang kongres PWI yang lama- saya lupa tahunnya dan di mana kini buku tersebut, dari situ kami disuruhnya membuat tulisan.Tapi kami menghargainya. Mungkin karena kami menghargai beliau, maka beliau mempercayakan kepada kami untuk memuat tulisan beliau di media kecil kami. Dan di masa itu (sekitar lima tahunan) hanya media kami yang memuat tulisan-tulisan beliau.
Kami masih bertemu beliau, ketika Kabag Humas masih dijabat H Ridwan Tassa. Setelah Pak Ridwan Tassa tak lagi di Humas dan Kabag Humas dijabat oleh pejabat yang sekarang, kami tak pernah melihat beliau kembali. Kami juga tak kesampaian untuk datang menengok beliau. Keinginan dan rencana kami untuk ke rumah beliau berbenturan dengan kesibukan kami. Ketika kami membentuk penerbitan buku, pernah terbersit di benak kami untuk menerbitkan kumpulan-kumpulan tulisan dan profil beliau. Tapi karena keterbatasan dukungan rencana tersebut gagal lagi.
Hingga akhirnya, setelah beberapa tahun tak bertemu, kami mendapat kabar beliau telah dipanggi-Nya.
Kini wartawan senior, tokoh pers Kaltim, pejuang kemerdekaan itu tak ada lagi.
Kini lelaki tua kurus, berkaca mata, dan membawa tas yang di dalamnya berisikan tulisan serta bila kemana-mana naik ojek itu sudah dipanggil-Nya. Namun, semangat beliau masih lekat di benak kami. Selamat jalan Pak Oemar Dachlan, semoga tentram di surga milik-Nya ..... amin. Q

Tidak ada komentar:

Posting Komentar