20111023

Selasa, 17 Maret 2009

 

TELADAN

MUSLIMAH SEJATI


MENURUT Abbas Mahmout Al-Akkad dalam buku "Fathimah Zahra : Ibu Para Pahlawan", bahwa Sayyidah Fathimah adalah puteri bungsu dari pasangan Muhammad Bin Abdullah dan Khadijah binti Khuwailid. Sayyidah Fathimah adalah satu-satunya puteri Nabi Muhammad SAW yang diberi umur cukup panjang. Dari ayahnya, nama Sayyidah Fathimah ditambahkan Az-Zahra.
Sayyidah Fathimah, menurut Abdurahman Umairah, dilahirkan ketika kaum Quraisy Mekkah merenovasi Ka'bah. Tepatnya lima tahun sebelum Rasulullah diangkat sebagai Nabi. Sejak masa kanak-kanak, ia telah memahami bahwa keluarganya sering mendapatkan teror dari kaum musyrikin. Sayyidah Fathimah sejak masih kecil oleh ayahnya sering dibawa bepergian.
Suatu hari, Rasulullah sedang sujud di Masjidil Haram, saat itu beberapa orang musyrik datang dan melemparkan bangkai kambing ke arah punggung Nabi.
Kemudian dengan cepat Sayyidah Fathimah menyingkirkan bangkai kambing yang menimpa ayahnya itu. Ketika itu juga Nabi langsung bermunajat, "Ya Allah, engkau yang akan menghadapi para pemuka Quraisy. Engkaulah yang akan menghadapi Abu Jahal Bin Hisyam, Utbah Bin Rabiah,Syaibah Bin Rabiah, Uqbah Bin Abi Muith dan Ubay Bin Khalaf." (HR. Muslim).
Itulah salah satu bentuk gangguan mereka. Apalagi setelah Khadijah wafat,
gangguan makin banyak datang dari sana-sini. Karena itu, setelah wafat
Khadijah, Rasulullah jarang di rumah dan Sayyidah Fathimah pun sering ditinggal sendirian. Namun itu tidak membuatnya resah maupun gelisah. Ia tahu bahwa ayahnya itu seorang Rasulullah yang mengemban tugas ilahiyah. Ketika Sayyidah Fathimah Az-Zahra beranjak dewasa banyak laki-laki yang ingin melamarnya. Umar Bin Khattab dan Abu Bakar serta para sahabat lainnya pun termasuk mereka yang lamarannya ditolak Rasulullah. Tidak sembarang orang berhak untuk menjadi suami puteri Rasulullah. Sebab keluarga Ahlulbayt Nabi terjaga dan terpelihara dari kekeliruan. Inilah yang Allah SWT firmankan dalam Surat Al-Ahzab ayat 33, "Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bayt, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."
Maka sudah sepantasnya jika yang menjadi pendamping Sayyidah Fathimah
Az-Zahra Binti Rasulullah adalah orang yang berilmu, shaleh, bijak, dan setingkat Ahlulbayt Nabi. Siapakah laki-lakinya? Dialah seorang anak yang terdidik sejak belia di bawah bimbingan Rasulullah. Dialah seorang laki-laki yang akan menjadi pewaris ilmu dan hikmah Rasulullah. Dialah Ali Bin Abi Thalib. Dialah yang kemudian menjadi pilihan Rasulullah untuk membawa bahtera keluarga puteri Nabi ke tengah lautan hidup.
Pada satu riwayat, diceritakan Ali datang kepada istrinya untuk memberitahu bahwa Rasulullah telah datang dari peperangan bersamanya dengan membawa harta ghanimah dan tawanan. Ali berkata kepadanya, "Hai istriku, aku lelah. Ayahmu membawa tawanan dan mintalah salah seorang di antara mereka untuk menjadi pelayanmu. Bukankah engkau teramat berat bekerja sendirian?"
Sayyidah Fathimah Az-Zahra tersenyum. Walaupun saat itu tengah berada dalam keadaan letih karena menggiling gandum, ia pun berangkat juga. Saat tahu bahwa puterinya datang, Rasulullah langsung bertanya, "Hai anakku, ada apa?"
"Aku hanya ingin menyampaikan salam atas dirimu ayah," jawabnya. Ia berdiri sejenak dan kemudian kembali lagi ke rumah. Sesampainya di rumah, Sayyidah Fathimah Az-Zahra bercerita kepada suaminya bahwa dirinya malu untuk mengutarakan maksudnya kepada ayahnya itu. Suaminya hanya tersenyum dan kemudian membawa istrinya itu kembali menghadap Rasulullah. Ali kemudian mengungkapkan maksud kedatangan dirinya beserta istrinya itu. Namun alangkah kagetnya permintaan mereka itu ditolaknya. Rasulullah berkata, "Tidak, demi Allah. Aku tidak akan memberi kalian dengan membiarkan ahlussuffah melipat perutnya. Aku akan membagikan ghanimah dan meminta tebusan atas para tawanan ini. Kemudian hasilnya akan kuserahkan kepada ahlussuffah dan kaum mustadh'afin yang keadaannya lebih kurang dari aku dan kalian."
Mereka kemudian pergi. Rasulullah memang merasakan hatinya tidak tegaberbuat seperti demikian. Terlebih kepada anaknya sendiri. Karena perasaannya tetap terpaut kepada puterinya, maka Nabi Muhammad SAW pergi ke rumah Fathimah dan menghampirinya di dekat pintu seraya berkata, "Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari yang kalian minta?"
"Tentu, ya Rasulullah," jawab mereka serempak. Kemudian Rasulullah berkata, "Ada beberapa kalimat yang diajarkan Jibril, yaitu membaca tasbih 10 kali, tahmid 10 kali, dan takbir 10 kali tiap selesai shalat. Jika kamu beranjak hendak tidur, bacalah masing-masing 33 kali." (HR. Muslim dan
Bukhari).
Sebagai seorang perempuan, Sayyidah Fathimah Az-Zahra secara mental tidak jauh berbeda dengan perempuan lainnya. Terbukti ketika suatu hari tersiar kabar bahwa suaminya hendak menikah lagi dengan perempuan lain, Sayyidah Fathimah merasa sakit hati dan kemudian berdiam diri dan tidak mau berbicara. Atas fenomena ini, ayahnya, Muhammad SAW, pergi ke Masjid seraya berkata kepada jama'ah, "Sesungguhnya Bani Hisyam Ibnul Mughirah meminta izinkepadaku untuk menikahkan puterinya dengan menantuku, Ali. Aku tidak akan mengizinkan mereka. Aku tidak akan mengizinkannya kecuali putra Abu Thalib itu menceraikan puteriku terlebih dahulu. Aku merasakan sakit dan kecemasan yang dialami puteriku. Sungguh ini ujian dari Allah yang hendak
menguji keimanannya."
Setelah itu, dikabarkan Ali mendatangi istrinya yang berdiam murung. Ali mendekati dan duduk di sampingnya. Ali tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tapi tiba-tiba Sayyidah Fathimah menangis dan Ali tidak bisa menahan air matanya yang mulai membasahi pipinya. Saat itu juga Ali meminta maaf atas isu-isu yang beredar menyangkut dirinya dan keluarga Bani Hisyam.
"Hai Fathimah, aku telah melakukan kesalahan menyangkut hakmu. Maafkan
aku," ujar Ali yang kemudian mencium jemari Sayyidah Fathimah. Lalu Ali pun menceritakan penolakan Rasulullah perihal permintaan Bani Hisyam yang meminta izin kepadanya atas keinginan untuk menikahkan Ali dengan puteri mereka. Akhirnya, kedua sudut mata Sayyidah Fathimah tidak henti-hentinya
mengalir. Sayyidah Fathimah bangkit, berwudhu, dan kemudian sujud syukur kepada Allah atas terselesaikannya masalah. Ia bersyukur karena prahara dan
perceraian yang akan mengancam keutuhan keluarganya telah sirna. Hilang
dan berganti dengan rasa cinta dan kebahagiaan yang menenangkan hidup.
Dari kebahagiaan itu, kemudian terlahir dua putra shaleh yang begitu dicintai Rasulullah. Mereka itu adalah Hasan dan Husein. Berkenaan dengan lahirnya mereka, Rasulullah sebagai kakeknya bersabda, "Keduanya merupakan anakku dan anak puteriku. Ya Allah, sungguh aku mencintainya. Karenanya cintailah keduanya dan cintai pula yang mencintai keduanya." (HR. Tirmidzi).
Tahun demi tahun beganti tahun. Sampailah pada masa yang memilukan keluarga Nabi, yaitu ketika sakit keras yang menjadi tanda tibanya masa akhir hidup Rasulullah. Dari salah seorang istri Nabi, yaitu Aisyah Binti Abu Bakar berkata, "Seluruh istri Nabi hadir. Tiba-tiba datanglah Sayyidah Fathimah. Dia berjalan persis seperti berjalannya Rasulullah. Tatkala melihat puterinya datang, Rasulullah langsung berucap, selamat datang puteriku. Kemudian beliau menyuruhnya untuk duduk di sampingnya dan mendekatkan telinga kepadanya. Pada bisikan pertama, Fathimah menangis tersedu-sedu. Kemudian pada bisikan kedua ia tertawa. Namun ketika ditanyakan perihal apa yang dibisikan ayahnya, Fathimah berkata, "Aku tidak mau menyebarkan rahasia Rasulullah." Rahasia ini kemudian ditanyakan kembali pada Sayyidah Fathimah. Ia memberitahu bahwa pada bisikan pertama Rasulullah
mengkabarkan bahwa malaikat maut telah tiba. Itulah sebabnya Fathimah menangis karena sebentar lagi ia menjadi yatim-piatu. Pada bisikan kedua, ayahnya memberitahukan bahwa Fathimah adalah muslimah pertama yang akan bertemu dengannya kelak di akhirat. Inilah yang membuatnya tertawa."
Selanjutnya, masih menurut Aisyah, bahwa selang beberapa jam Rasulullah
SAW mulai menutupkan matanya dan wafat dengan wajah berseri nan cerah.
Saat tahu bahwa ayahnya telah tiada, Sayyidah Fathimah menangis dan berlari ke luar rumah seraya menutupkan kain menjadi cadar yang menutup wajahnya.
Setelah ayahnya wafat, Fathimah mengalami sakit berat. Kian hari sakitnya
makin parah dan akhirnya, puteri Rasulullah ini pada malam Selasa, 3 Ramadhan 11, dalam usia sekitar 29 tahun dijemput malaikat maut untuk menghadap ayahnya.
Ya, Sayyidah Fathimah Az-Zahra adalah muslimah yang sabar dan taat. Tidak ada seorang pun yang melihat Fathimah mengeluh atas hidup yang dialaminya.
Az-Zahra, puteri tercinta Rasulullah SAW, adalah cermin bagi kaum wanita yang hendak menjadikannya dirinya sebagai muslimah sejati. Muslimah yang
pantang mengeluh dan pantang menyerah. Semoga Allah meridhai Az-Zahra dengan setinggi-tingginya.
Aamiin.([Swadaya-102007)
0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar