20111023

Selasa, 05 Mei 2009

“Matahari” Indra Djaya yang Hampir Hilang

“Matahari” Indra Djaya yang Hampir Hilang
* Ditinggal mati bapak-ibu-adik, terancam buta & tak bisa ikut UN
RUMAH kayu di sudut Gang 2 Jalan Tongkol Kelurahan Sungai Dama Samarinda Ilir itu nampak nampak sepi. Seorang perempuan tua berbaring sambil mengayun cucunya. Di ruangan kecil lain-di lantai 2 rumah kecil itu seorang lelaki muda berumur (14 tahun) hanya duduk atau berbaring di dalam kamar. Lelaki muda itu bernama Indra Djaya.
Sekalipun matahari di langit bersinar terang. Tapi, bagi Indra Djaya, matahari itu tak dapat lagi dinikmatinya. Bukan karena rumah kecil yang ditinggalinya bersama dengan neneknya yang bernama Parmah dan pamannya M. Masri terlindung oleh rumah-rumah yang berjejal di gang sempit itu. Tapi karena memang matanya sejak bulan Nopember 2008 sampai sekarang, pelajar SMP 21 kelas 9 C (kelas 3) tersebut tidak bisa melihat lagi.
Bagi Indra Djaya, anak yatim piatu itu cobaan terus datang. Ibunya telah dipanggil Sang Pencipta, Allah SWT pada tahun 1999 lalu, pada saat dia berumur 6 tahun. Saat itu ibunya berumur 36 tahun. Di tahun itu dia mulai ingin bersekolah. Waktu terus berjalan, baginya hidup harus jalan terus. Indra Djaya, memilih bersekolah di dekat rumahnya, SMP 21 jalan Tongkol. Dia bercita-cinta ingin menjadi insyur tehnik listrik. Namun cobaan kembali datang. Adik satu-satunya, Candra ketika itu baru berumur 5 tahun menyusul sang ibu, tewas tenggelam di Sungai karang Mumus.
Belum cukup cobaan itu datang, anak pertama ini mendapat cobaan berikutnya. Tahun 2004 adik satu-satunya, Candra menyusul sang ibu saat berusia 6 tahun, karena kecelakaan tenggelam di Sungai Karang Mumus. Bapaknya Edi Sunaryo bapaknya, Indra anak yang pintar. Dia tetap diusahakan bersekolah. Namun, sayang 3 tahun yang lalu atau tahun 2007, bapaknya juga meninggal dunia, karena sakit.
Kini, ketika anak-anak lain bisa bersekolah dan selesai mengikuti Ujian Nasional (UN), Indra yang seharusnya ikut UN hanya menangis di kegelapan. Dia tak bisa lagi bersekolah. Dia tak bisa lagi melakukan hobinya membaca. Karena pandangannya mulai kabur.
Menurut pamannya M. Masri, dia telah berupaya membawa Indra berobat ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM), pihak dokter di Samarinda tak sanggup untuk menyembuhkan. ‘’Tapi bukan berarti harapan itu tak ada. Dokter menyarankan agar Indra dibawa berobat ke Jakarta sebelum terlambat. Menurut dokter retina matanya sudah rusak, dan bisa mengalami kebutaan total bila lambat ditangani dokter yang ahli dan memiliki peralatan medis yang lengkap,’’ ujar Masri, yang didampingi Direktur Lembaga Informasi Kerakyatan (LINK) H Akhmad Zailani dan Sentun, aktifis Peduli Kesehatan Masyarakat.
Masri yang juga mantan Ketua Tim AMPERA Amins-Hadi Kelurahan Sungai Dama ini berkeinginan menyembuhkan Indra, yang dikenal pintar dan selalu ranking 5 besar ini. ‘’Dia harapan kami. Namun karena kami juga kurang mampu, bahkan untuk menyekolahkan dia kami kesulitan, apalagi membawa dia operasi mata ke Jakarta,’’ kata Masri prihatin.
Akhmad Zailani berharap pihak Pemerintah Kota Samarinda, khususnya Walikota Samarinda H. Achmad Amins bisa membantu memperhatikan warganya yang mengalami kesulitan tersebut. ‘’Kasihan, orang tuanya tidak ada lagi, juga saudaranya. Dia tinggal sama neneknya, sedangkan pamamnya tidak mempunyai pekerjaan tetap. Kami berharap Bapak Walikota H Achmad Amins terketuk hatinya dengan membantu biaya pengobatan warganya. Anaknya pintar dan selalu ranking di sekolah. Bila dibiarkan berlarut-larut, mata Indra nantinya malah semakin sulit untuk sembuh,’’ kata Zailani.@
0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar